Guys, jawab pertanyaan gue dalam hati. Loe HIV positif ketularan siapa?

Dulu awal gue tau status HIV, gue murung dan merasa dunia akan kiamat besok. Ya, drama gitu lah 🙂

Bahkan sempet gue mikir buat balas dendam karena dulu emang minim banget pengetahuan tentang bahaya sex beresiko. Gue kena HIV atau  biasa gue sebut  Si Ipeh karena sex beresiko. Sempet gue bikin skenario pembalasan dendam pengen nyalahin semuanya, seluruh dunia harus ngerasain betapa gue sedih, marah dan kecewa. Gue merencanakan balas dendam untuk menularkan virusnya ke orang lain.

Gue nyalahin orang tua gue yang gak perhatian sama anaknya dan akhirnya kecolongan kena HIV. Gue nyalahin lingkungan gue khususnya temen-temen yang dulu pernah ngebully gue jaman sekolah. Gue ngerasa karena mereka gue jadi salah bergaul dan kena HIV. Ya tapi itu dulu.

 

Drama banget, betapa gue buang-buang waktu, buang duit dan buang tenaga bahkan gue sempet gak mau ARV. Bodoh banget gue waktu itu. Nah, sekarang kita bedah satu per satu.

 

Orang tua dan keluarga.

Hal yang penting yang mesti diingat nggak ada sekolah untuk jadi orang tua. Dulu gue emang sempet marah sama mereka, tapi gue pikir capek juga sih. Ngapain? buang waktu & energi aja. Orang tua gue itu sibuk cari duit sebenernya buat gue. Mereka sangat perhatian tapi gue merasa gak diperhatikan.

Padahal kalau diinget, yang rela kehujanan pas pulang kantor, rela cuma minum kopi dan rokok-an aja demi anaknya makan nasi itu ya papa gue. Yang rela nebelin muka ngutang sana- sini buat bayar sekolah, rela bangun malem demi nyiapin sarapan dan pergi ke pasar demi beli lauk dan yang rela bertarung melawan hidup mati pas lahiran itu mama gue.

Detik gue nulis ini gue nangis bro/sist, apapun kondisi keluarga dan orang tua loe itu mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa buat gue. Tanpa pujian sepanjang hidup dari dulu sampe yang akan datang. Rela melakukan apapun demi hidup gue. Dan gue salahin mereka? Ya gue berhenti menyalahkan ortu gue lagi. Seburuk-buruknya gue, tempat pulang yang masih mau terima gue ya mereka. Gue sekarang lebih sering doain minta kesehatan untuk mereka.

 

Teman dan lingkungan.

Gue awalnya menyalahkan lingkungan yang sering ngebully gue. Kurus, dekil, gak bisa ini dan itu, nggak kaya juga. Tapi setelah gue inget lagi,  sekarang gue mungkin nggak akan jadi kuat ngadepin HIV ini kalau dari kecil nggak punya lingkungan gue yang dulu.

Apapun lingkungannya, yakin saja kalau Tuhan nggak pernah salah menempatkan kita ke dunia dan menata skenario hidup kita bro/sist. Semua demi membentuk karakter kita jadi unik. Dengan banyak hal gue alamin gue yakin itu yang bikin gue bisa berjuang. Tumbuh jadi pribadi yang kreatif karena keterbatasan, jadi pribadi yang kuat karena banyak kekurangan. Gue jadi pribadi yang hidup sampai sekarang karena ditempatkan pada lingkungan yang tepat dan dibentuk oleh orang- orang yang gue temui hingga gue punya karakter. Semua ini terbentuk dari proses dan itu berkat skenario Tuhan sepanjang hidup gue seharusnya gue bersyukur bukan menyalahkan ataupun menyesali.

 

Orang yang pernah ketemu gue.

Gue sempet pengen dan berfikir bahwa orang yang mungkin pernah ngelakuin perbuatan buruk sama gue adalah agen penular virus.

Terus gue diem sebentar, apa mungkin mereka tahu kalau mereka juga kena HIV? Apa mereka rajin VCT  kayak gue? Apa mereka akhirnya ambil terapi ARV dan hidup sehat kayak gue sekarang? Mungkin ngga, justru sebenarnya mereka mungkin punya kualitas hidup yang gak lebih baik dari gue. Terus apa gue harus nyalahin mereka?

Detik itu saat sadar gue mencoba menghubungi beberapa temen gue yang beresiko kena HIV. Gue bilang kalau gue positif dan minta mereka segera VCT juga. Segera mengambil tindakan untuk bisa diselamatkan. Ada yang tiba- tiba hilang kontak dan menjauh bahkan ketemu di jalan pura-pura nggak kenal. Tapi itu konsekuensi sih, gue jadi menemukan banyak teman yang bener-bener teman.

Orang – orang yang berterima kasih karena diingatkan dan dikasih tau. Ada yang HIV positif juga dan jadi sahabat gue saat ambil ARV. Banyak yang hasilnya negatif dan mulai meninggalkan perilaku beresiko. Gue ngerasain betapa gue jadi makin bersyukur karena makin ke sini ketemu sama orang -orang yang baik. Gue tahu mereka sayang sama gue sebagai teman, sebagai saudara baru, keluarga baru dan bukan hanya jadi teman satu malam doang.

 

Niat balas dendam dan menyebarkan virus.

Ini hal yang sempet kepikiran, tapi gue sadar itu nggak bikin hidup gue tenang. Seandainya nih gue mati besok, masak sih gue mau isi akhir cerita dan nutup diary gue dengan sad ending. Cerita balas dendam? Kira-kira gue bakal happy? Nggak sama sekali justru makin nggak nyaman, nggak tenang, nggak damai  resikonya nambah masalah.

Sekarang kalau imun gue udah rendah dan itu kalau ada virus lain atau bakteri atau apapun yang masuk ke badan gue, apa gue bisa lebih baik mengatasi? Misalnya saja hepatitis, TBC, pneumonia, sifilis, gonore dan banyak penyakit menular lainnya itu akan lebih beresiko kan buat gue? Di titik ini gue sadar kalau niat balas dendam dan nyebarin virus ini justru akan berpotensi merusak badan gue lebih jauh baik secara fisik atau mental sama sekali gak berguna. Mending gue pake waktu buat aktif di kelompok dukungan sebaya (KDS). Aktif perbaiki hidup merajut mimpi membangun asa dan mengisi kemerdekaan.

Masih mau balas dendam atau memilih berdamai dengan hati dan diri, jadi gimana menurut loe? Karena hidup itu pilihan bersyukurlah atas apa yang ada dan memperbaiki sesuatu untuk bisa diperbaiki. Kita semua punya pilihan untuk menjadi penggerak perubahan dan menyebarkan kebaikan. Demi waktu manusia itu merugi kalau tetap jadi orang yang itu-itu saja tanpa usaha jadi lebih baik.

 

Gue bisa.Loe bisa.Kita bisa.

 

Oleh: Fiko

You may also like

No Comment

You can post first response comment.

Leave A Comment

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter a message.