KOMPAS.com – Menghadapi tantangan resistensi HIV, efek samping anti-retroviral (ARV), dan ko-infeksi hepatitis C, Indonesia berencana meningkatkan pengadaan obat-obat penting secara terbatas dengan harga lebih terjangkau.
Obat-obatan itu antara lain ARV lini ke-3 bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang resisten dengan obat lini ke-1 dan 2, serta obat hepatitis C.
“Lini ketiga akan kita coba adakan namun jumlahnya lebih sedikit,” kata Sjamsuridjal Djauzi, pakar HIV/AIDS dari Rumah sakit Cipto Mangunkusumo saat ditemui Kompas.com, Jumat (27/11/2015).
Sjamsuridjal mengatakan, untuk awalnya ARV lini ke-3 itu bisa didapatkan dengan gratis untuk ODHA yang membutuhkan. Namun jika kebutuhannya banyak akan dipikirkan kemudian pembiayaannya.
Selain obat lini ketiga, Indonesia juga berencana menyediakan alternatif bagi Efavirenz, salah satu jenis ARV lini pertama yang banyak dipakai.
“Efavirenz sebenarnya obat yang menyenangkan dengan efek samping pada fungsi hati lebih rendah. Tapi ada satu hal yang tidak disukai dari obat ini, yaitu membuat melayang, dan halusinasi,” ungkap Sjamsuridjal.
Efek tersebut akan memengaruhi kualitas hidup ODHA. Indonesia berencana menyediakan Rilpivirine sebagai alternatif Efavirenz. Efek samping obat itu lebih sedikit namun kekuatannya menghambat HIV juga lebih rendah.
Hepatitis C
Di samping obat-obatan untuk HIV, hepatitis C kini juga menjadi perhatian. Diperkirakan, 2 juta orang Indonesia hidup dengan hepatitis.
Hepatitis C tak sepopuler HIV namun dampak yang ditimbulkan serius. Bila dibiarkan, serangan hepatitis C bisa membuat seseorang mengalami kanker hati.
Pengobatan hepatitis C menemui tantangan karena keterbatasan dan mahalnya biaya. Paduan interferon dan ribavirin bisa merogoh uang pasien hingga Rp 30 juta.
Sukirman dari Pharmasolindo, anak perusahaan Kimia Farma, mengungkapkan, upaya untuk mendatangkan obat hepatitis C yang lebih murah ke Indonesia sudah berhasil.
Sofosbuvir, obat buatan India yang berdasarkan penelitian berhasil menekan hepatitis C hingga 90 persen, sudah bisa dikonsumsi warga Indonesia.
“Belum dijual bebas tetapi bisa diakses lewat Specialist Access Scheme (SAS), lewat dokter spesialis. Penderita bisa membelinya,” ungkap Sukirman
Sofosbuvir dijual dengan harga Rp 131.250 per tablet. Untuk sebulan pengobatan dipadu dengan rubivirin, biaya yang harus dikeluarkan penderita hepatitis C “hanya” sekitar Rp 3 juta.
Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Editor: Yunanto Wiji Utomo
Sumber: kompas.com.
No Comment
You can post first response comment.