PONTIANAK, KOMPAS.com – Tubuh pria itu tampak sehat. Tak terlihat seperti orang yang sedang sakit, dan bahkan kasat mata tak akan ada yang tahu jika pria itu adalah orang dengan HIV/AIDS (Odha).
Walau enggan disebutkan namanya, pria berinisial DM itu pun bercerita bagaimana awalnya dia menjadi seorang aktivis yang mendampingi sesama ODHA.
Pria berusia 33 tahun itu mulai dinyatakan positiv HIV pada 2006. Sebelumnya, DM merupakan pengguna narkoba yang kerap berganti jarum suntik dengan rekannya.
“Dulu saya pengguna narkoba, begitu tes dan buka status HIV, yang ada dalam fikiran hanya mati dan mati saja. Beruntung akhirnya bertemu dengan kelompok penjangkau dan mendampingi hingga bisa tetap menjalani hidup seperti sekarang ini,” ujar DM saat ditemui di sela aktivitasnya, Selasa (1/12/2015).
Awalnya tak mudah DM menerima nasibnya itu, tapi kondisi tersebut berhasil dilewatinya berkat dukungan sesama ODHA.
“Antara psikologis dengan fisik harus seimbang, dan yang terpenting kepatuhan menjalani rutinitas mengkonsumsi obat dan periksa kesehatan,” katanya.
Sejak 2010, DM kemudian terlibat sebagai aktivis yang menjangkau dan mendampingi ODHA. Bersama komunitas dukungan sebaya (KDS) didampingi Yayasan Pontianak Plus, DM melakukan pendekatan kepada para ODHA baru.
“Kita kenal dulu, pendekatan dulu, karena kalau baru buka status biasanya mereka drop, terutama ibu-ibu rumah tangga,” papar DM.
Memutuskan menikah
Meski menyandang status Odha, DM tetaplah manusia biasa yang ingin memiliki keturunan. Bersama komunitasnya, DM saling berbagi informasi dan pengetahuan seputar HIV/AIDS.
“Tiga tahun sebelum menikah, saya ikut terapi. Berawal dari pengalaman kawan yang bisa punya anak tanpa tertular (negatif),” katanya.
Selama masa pacaran, DM terbuka kepada calon istrinya tersebut. DM pun menjalani terapi supaya virus tersebut tidak menular kepada calon istrinya kelak.
“Kita punya kode etik, kalau mau menikah, calon istri harus tahu, tidak boleh ditutupi. Saya tiga tahun pacaran sebelum menikah,” katanya.
DM menikah pada 2012. Namun, keluarga istrinya hingga saat ini belum mengetahui jika DM merupakan Odha.
Selama menikah, DM selalu menjalankan terapi mengkonsumsi obat. Saat berhubungan pun selalu menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah penularan penyakit tersebut kepada istrinya.
Alat kontrasepsi tidak dipakai hanya pada saat program bikin anak. Itupun harus dengan perhitungan yang tepat dan pada saat masa subur istri dan rutin tes CD4 (sel darah putih) untuk mengetahui daya tahan tubuh.
“Alhamdulilah, istri dan anak saya negatif hingga saat ini. Anak saya umurnya sudah 2,5 tahun,” kata DM.
Namun, kedepannya DM mengaku sudah siap jika statusnya diketahui oleh khalayak, terutama keluarga sang istri.
“Sejauh ini belum ada yang tahu, tapi kalau ke depannya ada yang tahu ya saya siap hadapi. Karena peran kita ingin bantu orang, ya kita jalani. Terserah orang mau bilang apa,” kata DM mengakhiri ceritanya.
Sumber: kompas.com.
No Comment
You can post first response comment.