DWQA QuestionsCategory: Questionsbaru-tau-klu-kena-hiv
Putri asked 8 years ago

saya perempuan umur 33 thn dan baru tau terinfeksi hiv+ bulan juli saat ikut tes hiv, melalui cek leb dan ronsen ternyata saya ada flek di paru2 dan cek dahak ternyata positif tb juga, tapi dalam sakit tb saya tidak merasakan keluhan apa2 baik batuk, badan panas, keringat saat malam, dan sesak nafas pun tidak sy rasakan cuma pernah saat kondisi capek ada rasa nyeri di dada tembus ke punggung dan itu hilang dg sendirinya. Akhirnya dokter menyarankan saya untuk terapi pengobatan tbnya dlu dan sekarang sdng saya jalani dan berjalan 1 minggu efek dari obat tb ada rasa gatal dan kecing berwarna merah saat sy konsulkan ke dokter hal itu wajar efek dr obat tbnya. 
Saya kwatir sampe skrng sy blm konsumsi arv dan hrs menunggu kira2 dua bulan terapi tb berjalan baru arv di berikan.
Yg saya tanyakan kenapa harus demikian dan kenapa hrs nunggu 2 bulan…saya takut semakin lama blm di berikan arv cd4 sy akan menurun.
Sekarang cd4 saya 235
Terima kasih dan sy tunggu balasanx
 

1 Answers
GueBisa Staff answered 8 years ago

Halo Putri. Pertama-tama terima kasih sudah berkenan berbagi cerita. Bisa dimaklumi saat seseorang mengetahui status HIV positif memang bukan hal yang mudah untuk langsung diterima. Tetapi semoga dengan segera diketahui kondisi tersebut, maka penanganan selanjutnya bisa segera dilakukan. 
 
Tuberkulosis (TB atau TBC) memang seringkali menjadi kondisi infeksi penyerta (komorbid) pada seseorang yang mengalami infeksi HIV. Pada dasarnya kuman TBC (bakteri Mycobacterium tuberculosa) memang cukup banyak menginfeksi manusia. Diperkirakan 1 dari 3 orang di dunia sebenarnya memiliki kuman ini dalam tubuhnya, dan Indonesia merupakan negara dengan penderita TBC tiga besar di dunia (selain India dan China). Dan mengingat penularan TBC yang relatif mudah (melalui droplet, yakni cairan dahak yang ikut tersembur dari mulut bersama batuk atau saat bicara), maka penularannya dari satu orang ke orang lain di masyarakat (terutama yang hidup berdekatan) akan cukup mungkin.
Meski banyak orang yang terinfeksi TBC, pada sebagian besar orang, tidak muncul gejala yang jelas. Diperkirakan hanya sekitar 10% kasus infeksi TBC yang menimbulkan gejala khas (batuk berdahak, demam ringan, penurunan berat badan, dsb). Hal ini dilatarbelakangi kemampuan sistem kekebalan tubuh (sistem imun) untuk menekan infeksi tersebut. Di sisi lain, seseorang yang mengalami infeksi HIV mengalami gangguan pada sistem imunnya, sehingga tidak berhasil mengendalikan infeksi kuman TBC yang dialaminya. TBC merupakan jenis infeksi yang sering dijumpai menyertai HIV.
Untuk betul-betul tuntas menangani TBC, untuk membersihkan total kuman TBC dari tubuh, memang diperlukan tahapan pengobatan yang melibatkan beberapa kombinasi obat dengan durasi pengobatan yang cukup panjang (umumnya hingga 6 bulan, terdiri dari 2 bulan tahap pengobatan intensif, dan 4 bulan tahap pengobatan lanjutan). Hal ini dilatarbelakangi situasi dimana kuman TBC adalah salah satu kuman yang cukup pintar mengembangkan kemampuan bertahan dari obat-obat antibiotik (resistensi). Beberapa obat antibiotik yang digunakan untuk pengobatan TBC memang bisa jadi memberikan efek samping (misal warna kencing kemerahan karena obat bernama Rifampicin). 
 
Terkait pengobatan untuk HIV yang berbarengan dengan infeksi TBC. Pedoman umum yang berlaku internasional adalah pengobatan HIV dengan obat ARV (antiretroviral, ART), disarankan dimulai sesegera mungkin, terlepas dari kadar CD4. Tetapi, memang dimungkinkan menunda pengobatan ARV apabila dijumpai kondisi khusus (misal alergi obat, atau efek samping yang tidak diinginkan, gangguan fungsi organ dalam, misal hati atau ginjal) hingga dilakukan evaluasi untuk meyakinkan pengobatan dengan ARV tidak menimbulkan masalah lebih lanjut. Terutama pada kondisi adanya infeksi tambahan TBC yang perlu diterapi. Beberapa obat TBC diketahui memang akan menimbulkan interaksi yang mengganggu kerja obat HIV.
 
Menurut rekomendasi internasional, untuk kasus TBC yang dijumpai bersamaan dengan HIV, jika kadar CD4 masih lebih dari 50 sel/ml, terapi dengan ARV memang dimungkinkan ditunda (mungkin, tetapi tidak berarti harus) hingga 8 minggu (2 bulan) setelah terapi TBC dimulai. Satu pertimbangannya adalah terkait waktu hingga memasuki tahap pengobatan lanjutan TBC (4 bulan akhir), dimana obat-obatan yang digunakan tidak terlalu menimbulkan interaksi yang saling mengganggu kerja obat ARV.
 
Ketersediaan pasokan ARV di pusat layanan kesehatan juga menjadi pertimbangan atau alasan lain kapan ARV akhirnya bisa diberikan pada pasien.
Akan tetapi lebih lanjut, bisa coba dikonsultasikan dengan dokter yang merawat tentang pemikiran dan kekhawatiran Putri, dokter yang merawat akan bisa pula menjelaskan secara lebih spesifik alasan pemilihan prosedur pengobatan demikian pada situasi yang Putri alami. Termasuk jika diperlukan pemantauan yang lebih intensif dalam masa tahap awal pengobatan TBC ini. 
 
Selanjutnya, dapat dipahami bahwa dengan bermacam-macam obat yang harus diminum rutin seringkali membuat pasien merasa jenuh, atau kadang juga lupa. Tetapi, mohon diusahakan sebaik-baiknya mengikuti rekomendasi dokter, karena ketaatan minum obat sesuai dosis dan aturan, serta pemantauan kondisi secara berkala akan membantu mengatasi infeksi TBC, dan mengendalikan infeksi HIV sehingga nantinya kondisi umum akan bisa membaik dan bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan lancar.
 
Salam
 
dr. Yuda