Jakarta, CNN Indonesia — Di usia 32 tahun, Magic Johnson berada di puncak dunia. Ia baru akan memulai musim ke-13 di liga basket Amerika (NBA) dan sedang menunggu kelahiran anak pertamanya. Lima cincin juara telah berada dalam genggamannya.
Namun semua berubah karena satu hal: hasil pemeriksaan kesehatan sebelum NBA musim 1991-1992 menunjukkan bahwa ia positif HIV. Keputusan pahit pun harus diambil olehnya.
Ia harus segera pensiun.
Pada 7 November 1991, Johnson pun mengambil keputusan berani, yaitu mengumumkan secara terbuka kepada publik bahwa ia mengidap HIV. Keputusan ini membalikkan pandangan orang-orang yang menganggap HIV adalah sebuah penyakit kaum homoseksual berkulit putih, sehingga kaum heteroseksual, atau orang berkulit hitam, tidak perlu khawatir akan terjangkit.
“Cerita Johnson mengubah persepsi HIV di Amerika Serikat,” kata Phil Wilson, presiden dan CEO dari Institus AIDS untuk Orang Kulit Hitam, seperti dikutip dari MIC.
“Meski Arthur Ashe (legenda tenis) dan juga beberapa tokoh terkenal kulit hitam lainnya meninggal karena HIV, sebelum pengakuan Magic, komunitas orang kulit hitam tidak memberikan perhatian yang konsisten dan strategis.”
Penyakit ini bisa terkena kepada siapa saja. Bahkan saya, Magic Johnson.
Earvin ‘Magic’ Johnson
Ketika ia mengumumkan positif HIV, AIDS telah telah menjadi penyebab kematian nomor satu untuk laki-laki yang berusia 25 hingga 44 tahun. Di akhir tahun 1992, total 258 ribu orang didiagnosis dengan AIDS di Amerika Serikat dan 157 ribu di antaranya meninggal.
Pengumuman yang dilakukan Johnson dilakukan di tengah-tengah epidemik AIDS, ketika masyarakat tak tahu bagaimana penyakit tersebut bisa tersebar.
Kisah hidup Magic Johnson mengubah semuanya.
“Saya menjadi berkat, karena orang-orang tiba-tiba membicarakannya. Mereka lalu memeriksakan dirinya sendiri,” kata Johnson.
Hidup Johnson sendiri tak berakhir. Ia kembali bermain pada pertandingan NBA All-Star pada 1992 dan memenangi penghargaan MVP All-Star setelah membawa Tim Barat menang atas Tim Timur dengan skor 153-113. Sebuah prestasi yang mengesankan di tengah tekanan dari kenyataan bahwa dirinya terkena virus tersebut.
Hari Paling Mengagetkan dalam Hidup Johnson
Dua puluh tiga tahun berselang sejak melakukan pengumuan penting itu, Johnson masih berlari kencang. Hidupnya tak berakhir setelah ia menaklukkan HIV.
Lelaki yang kini berusia 56 tahun itu aktif melakukan aksi pencegahan HIV/AIDS dan memberikan pelajaran mengenai bagaimana cara melakukan hubungan intim yang aman, di tengah kesibukannya sebagai pengusaha, filantropis, dan pembicara motivasi.
Bukan berarti pertarungannya melawan HIV berlangsung gampang.
Johnson bahkan pernah mengatakan bahwa ia merasa hidupnya akan berakhir ketika sang dokter pertama kali memberitahukannya tentang hal itu.
Berdasarkan yang dilansir dari ESPN FC, Dokter Michael Mellman, tim dokter Lakers, adalah orang pertama yang menerima hasil tes yang menunjukkan Johnson positif HIV, yang dapat berujung pada AIDS. Via sambungan telepon, Mellman langsung menghubungi Johnson yang sedang berada di Salt Lake City untuk melakukan pertandingan eksibisi melawan Utah Jazz.
Mellman tak ingin berbicara banyak di telepon agar tidak membuatnya terlalu khawatir, dan memberitahu Johnson bahwa ia harus lekas kembali ke Los Angeles (LA). Pebasket bertinggi badan 2,06 meter itu mendapat pesawat ke LA dan segera menuju kantor Mellman.
Di sana, di dalam kantor Mellman, dunia Johnson berubah. Hidupnya tidak akan seperti biasanya lagi. Ia positif terkena HIV. Suatu hasil yang mengejutkan karena pada saat itu banyak orang percaya bahwa hanya kaum homoseksual yang dapat terkena penyakit mematikan itu.
Pada saat itu Johnson sadar bahwa penyakit itu telah merayap ke dalam dunianya, dunia olahraga.
Mellman dengan berat hati menyampaikan kepada Johnson bahwa ia tidak dapat lagi bermain basket, bahwa ia akan pensiun, bahwa ia harus tetap kuat untuk melawan penyakit ini, untuk memperpanjang hidupnya selama ia bisa.
Kata-kata Mellman membuat Johnson mati rasa. Ia tidak percaya akan kenyataan terkena positif HIV dan harus pensiun dari permainan yang sangat ia cintai.
Tapi bukan hanya basket yang berada di pikiran Johnson. Ia teringat pada istrinya, Cookie, yang sedang hamil. Ia harus memastikan Cookie tidak tertular, dan bayinya aman.
Sembunyi-Sembunyi
Tak mudah bagi Johnson untuk berdamai dengan hasil positif HIV tersebut. Ia dengan segera meminta hasil tes kedua, yang kemudian juga berujung positif.
Johson masih tidak percaya dan ia meminta untuk tes untuk ketiga kalinya.
Selama menunggu hasil tes ketiga, lebih dari seminggu Johnson tidak masuk dalam susunan pemain Lakers dan tidak ada satu orang pun selain Keluarga Lakers yang tahu tentang yang sebenarnya sedang terjadi.
Pihak tim mengatakan Johnson memiliki sebuah virus dan bahwa ia kehilangan berat badan dan melemah.
Pada 5 November 1991, saat Lakers bersiap-siap untuk melawan Los Angeles Clippers dalam pertandingan ketiga dari musim reguler, Johnson mengatakan kepada para awak media bahwa ia merasa lebih baik namun belum pulih dari flunya. Pelatih Lakers kala itu, Mike Dunleavy, memberitahu pada media bahwa ia berharap Johnson dapat bertanding di laga tersebut.
Di tanggal itu pula hasil tes ketiga akhirnya tiba, dan kali ini pun hasilnya positif.
Saat itulah Johnson menerima bahwa ia herus menyampaikan pada dunia ia positif HIV dan harus pensiun dari NBA.
Momen Pensiun
Pagi hari pada 7 November 1991 di LA, tim media Lakers memberikan pengumuman bahwa pukul dua siang di The Forum — markas Lakers — akan diadakan konfrensi pers tentang Johnson.
Kala itu media hanya diberitahu bahwa Johnson sedang sangat sakit.
Sebelum berbicara kepada publik, Johnson menelepon teman-temannya satu demi-satu — Larry Bird, Isiah Thomas, Michael Jordan dan Pat Riley — untuk memberitahu bahwa ia akan pensiun, bahwa ia positif HIV. Johnson ingin mereka mendengar darinya dan bukan dari media.
Johnson tiba di ruangan konferensi pers tengah hari. Ia datang dengan mengenakan jas dan dasi. Ia membuat berita geger bahwa ia mesti pensiun. Semua orang terkejut tak berdaya.
Ruang media hening, tegang, saat Johnson masuk diikuti dengan para pejabat Lakers. Johnson naik ke podium. Laki-laki jangkung itu membungkukkan kepalanya dan berbicara dengan mikrofon dan memberi pengumuman.
“Karena saya memiliki penyakit, saya akan pensiun dari Lakers,” katanya.
Ruang media penuh sesak tak bergerak, tertegun, mati rasa. Air mata menggenang di mata banyak orang di dalam ruangan. Karier pebasket yang tiga kali meraih MVP NBA tersebut akan berakhir.
Tapi tidak ada air mata mata Johnson.
Dengan tenang Johnson mengatakan bahwa ia akan berjuang memerangi penyakit mematikan tersebut. Ia juga menegaskan akan menjadi seorang juru bicara nasional tentang HIV karena ia ingin orang-orang muda mengerti bahwa seks yang aman adalah salah satu cara untuk terhindar dari penyakit itu.
“Saya katakan di sini bahwa penyakit ini dapat terjadi kepada siapa saja, bahkan saya, Magic Johnson,” katanya.
Johnson kemudian menceritakan bahwa kondisi istrinya, Cookie, dan calon putranya baik-baik saja dan tidak ada satu pun dari mereka yang positif HIV.
Di depan mata dunia, Johnson menolak untuk bersedih atau mengasihani dirinya sendiri. Ia telah menerima bahwa sejak saat itu hidupnya memang akan berubah.
“Saya tetap akan mengganggu Anda semua, seperti yang selalu saya lakukan,” tuturnya berkelakar.
Johnson tersenyum. Ia memandang penuhnya ruangan oleh para media, penggemar, teman-teman, dan rekan-rekan satu tim nya dan berkata, “Ini adalah tantangan lain dari hidup saya. Ini seperti menyenderkan punggung Anda ke dinding. Dan Anda harus berayun keluar. Dan itu yang saya lakukan.”
Dua puluh tiga tahun berselang, Johnson tetap berdiri tegak, menepati janjinya bahwa hidupnya akan terus berjalan, dan membuktikan bahwa seorang manusia mungkin mengalahkan penyakit HIV jika mendapatkan akses kepada pengobatan yang terbaik.
Ia membuktikan bahwa dalam pertarungan paling penting dalam hidupnya melawan HIV, ia tetap keluar menjadi pemenang.
Sumber: cnnindonesia.com.
No Comment
You can post first response comment.