Banyak orang yang menganggap HIV AIDS hanya bisa terjadi pada orang dewasa yang aktif secara seksual dan gemar berganti pasangan. Padahal, fakta menunjukkan bahwa angka terbanyak HIV AIDS justru terjadi pada jenis kelompok pekerjaan ibu rumah tangga. Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) Triwulan IV Tahun 2017, jumlah AIDS tertinggi menurut jenis kelompok pekerjaan adalah pada ibu rumah tangga sebanyak 14.721 orang, dan berikutnya adalah profesi tenaga non profesional/karyawan (14.116), wiraswasta/usaha sendiri (13.610), petani/peternak/nelayan (5.115) dan buruh kasar (4.583).

Seperti kondisi kronis lain, HIV AIDS bisa terjadi pada siapapun, termasuk juga anak yang biasanya hanya terpapar HIV AIDS dari ibu saat ia masih dalam kandungan. Situasi berbeda dialami oleh anak jalanan yang berpeluang terpapar dari banyak hal sekaligus karena pola hidup yang dimilikinya. Ia berpeluang menjadi ODHA dari kerentanannya mengalami kekerasan seksual di jalanan, penggunaan jarum suntik bergantian dalam mengkonsumsi narkoba, maupun dari upaya aborsi tidak aman dari kehamilan tidak diinginkan yang dialami akibat perilaku seks berisiko yang dilakukan. Situasi ini membuat anak jalanan ada dalam posisi yang bahkan lebih rentan daripada ODHA usia anak, namun begitu hak dasarnya sebagai ODHA seringkali terabaikan.

Hak untuk hidup

Salah satu hal yang perlu diakses ODHA untuk mendapatkan haknya untuk hidup adalah dalam mengakses ARV di layanan kesehatan. Dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia (Keputusan Menko Kesra No. KEP/MENKO/KESRA/VI/1994) disebutkan: Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat dan martabat dari pada pengidap HIV/penderita AIDS dan keluarganya. Selain itu disebutkan pula: Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent). Sebelum dan sesudah tes HIV harus diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan. Aturan ini berusaha melindungi dan memastikan ODHA untuk mendapatkan haknya dalam mengakses layanan kesehatan dalam kaitannya dengan statusnya yang positif.

Meskipun gratis, ODHA usia anak membutuhkan orang dewasa untuk menjadi walinya dalam mengakses ARV di layanan kesehatan terkait dengan syarat administratif dan statusnya yang masih di bawah umur. Situasi ini tentu saja jadi lebih sulit bagi anak jalanan yang kebanyakan tidak lagi tinggal bersama keluarganya dan tidak memiliki identitas. Hal ini jelas membuat anak jalanan berstatus ODHA lebih kesulitan daripada ODHA usia anak lainnya dalam mengakses ARV untuk mewujudkan haknya untuk hidup.

Hak atas pendidikan

Setiap warga negara, termasuk ODHA usia anak, sebetulnya dijamin haknya untuk mendapatkan pendidikan dan negara berkewajiban membiayainya. Hal ini tertulis dalam UUD 1945 Pasal 31 UUD 1945 dan Amandemen yang menyatakan:

Ayat 1:  Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

Ayat 2:  Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah  wajib membiayainya.

Namun begitu dalam prakteknya, terjadi diskriminasi pada ODHA di dunia pendidikan baik dalam pendidikan dasar maupun pendidikan lanjutan tingkat pergururan tinggi. Di Oktober 2018 lalu, tiga orang pelajar SD di Samosir diminta keluar dari sekolah dan melanjutkan pendidikan melalui home schooling sebelum statusnya diketahui masyarakat sekitar. Di satu sisi, upaya ini diakui dilakukan untuk mencegah adanya diskriminasi lebih lanjut pada anak bila statusnya diketahui, namun di sisi lain, mengeluarkan mereka dari sekolah karena status HIV adalah tetap sebuah bentuk diskriminasi.

Serupa dengan pemenuhan hak sebelumnya, situasi ini juga menjadi lebih sulit saat dialami oleh anak jalanan berstatus ODHA. Statusnya sebagai anak jalanan saja sudah mengindikasikan putusnya ia dari sekolah dan kondisi ekonominya yang terbatas juga membuatnya kesulitan mengakses pendidikan luar sekolah bentuk apapun.

Lalu, apa yang perlu dilakukan?

Anak jalanan berstatus ODHA juga memiliki hak yang sama dengan anak Indonesia lainnya dalam mengakses pendidikan untuk perbaikan kehidupan dan memiliki hak yang sama dengan ODHA usia lainnya dalam mengakses ARV untuk melanjutkan hidup. Dimilikinya dua kerentanan sekaligus membuat anak jalanan berstatus ODHA memerlukan intervensi khusus agar bisa memenuhi hak dasarnya sebagai warga negara.

Dalam pendidikan, perlu ada kegiatan pendidikan yang khusus menyasar anak jalanan untuk bisa membekali mereka dengan pengetahuan dasar luar sekolah agar mereka bisa mencari pekerjaan dan memperbaiki kondisi kehidupannya. Sementara untuk mengakses ARV, perlu ada komunitas maupun pendamping HIV AIDS yang berinteraksi secara rutin dengan para anak jalanan berstatus ODHA untuk memberikan edukasi kesehatan mengenai HIV AIDS sekaligus juga berperan sebagai wali dalam proses mengakses ARV di layanan kesehatan.

Oleh: NQ

You may also like

No Comment

You can post first response comment.

Leave A Comment

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter a message.